Rabu, 18 Mei 2011

Oi! Bro and Sist...

Pada hari Kamis, 12 Mei 2011 kemarin saya menonton sebuah acara dialog di sebuah stasiun televisi. Cukup menarik pembahasannya....tentang penggunaan internet sehat. Pembicaranya adalah Ka. Humas dari Depkominfo dan juga tokoh perwakilan dari Kemenpora (saya lupa namanya...). Dalam pembahasannya, dua narasumber menyampaikan bahwa...”Dari sumber data yang ada, pengguna terbanyak di Indonesia adalah anak muda..tapi, sayangnya..hal penggunaannya lebih banyak ke hal yang xxx...” (pornografi kali nih maksudnya).

Kedua narasumber berpendapat, penggunaan internet di Indonesia belum dimaksimalkan untuk kebutuhan yang positif, misal; untuk mendownload buku-buku pelajaran ataupun buku-buku bacaan...jadi tidak perlu lagi pergi ke perpustakaan (begitu sih yang saya tangkap, tapi jangan ahc...nanti mati dong perpustakaan dan penerbit buku kita?).

Walaupun pemerintah telah menjalankan program-program untuk mengantisipasi penggunaan situs-situs porno, situs kekerasan dan hal-hal seperti itu. Tapi, memang di akui pemerintah (dalam hal ini Depkominfo) tidak dapat mengontrol satu-persatu. Menurut narasumber, yang perlu dikaji adalah dampak perilaku setelah menggunakan internet...apakah lebih cenderung menyendiri, bisa melakukan tindakan kekerasan, kriminalitas atau tindakan lainnya.

Untuk antisipasi, narasumber dari Depkominfo menyarankan pengguna internet (khususnya anak-anak), menggunakan warung internet mempunyai tanda (stiker) telah bergabung dengan IWARI (Ikatan Warung Internet Indonesia), dan hal ini di akui juga, belum cukup untuk mengurangi pembatasan akses situs porno, tapi bisa memproteksi penggunaan situs-situs yang ada oleh provider kepada pengguna.

UU ITE telah mengatur, untuk konten-konten yang berbau pornografi bisa dikenakan tindak pidana dan disidik oleh pihak kepolisian, termasuk penggunaan akun palsu di facebook, twitter (misal: ada orang yang menggunakan foto/identitas anda tanpa izin) dan sebagainya, itu dapat di proses secara hukum. Tetapi sayangnya masyarakat tidak pernah tahu akan hal ini. Sosialisasi tetap dilakukan, terutama...ditujukan kepada kaum muda. Sayangnya, tidak semua pemuda bisa mendapatkan sosialisasi tersebut, karena hanya pemuda-pemuda yang bisa dipilih dan menjadi perpanjangan tangan (Training of Trainers) untuk mensosialisasikan penggunaan internet sehat kepada pemuda lainnya yang bisa dilakukan di kampus-kampus, sekolah-sekolah dan sebagainya.

Keterlibatan orang tua juga sangat penting untuk mengawasi anak-anaknya dalam penggunaan internet, karena orang tua bisa memberikan penjelasan dampak baik – buruknya kepada anak tentang penggunaan internet itu sendiri. Tapi, orang tua-pun harus mengetahui dan dilatih, bagaimana menggunakan internet. (tapi...gimana mau mengawasi, kalau ortunya aja udah menjadi autis dan punya ‘dunia’ internet sendiri yah..update status mulu kerjaannya?)

‘Sehat’ untuk Siapa ?

Keseriusan pemerintah dalam realisasi dan implementasi program internet sehat, bisa diberikan appluse dan dukungan. Tapi, ketika program internet sehat itu membatasi hak akses untuk mengetahui informasi...saya pikir itu sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Ketika saya mengetik ini...saya jadi berpikir, apakah saya juga bisa dikenakan jeratan hukum UU ITE dan dipidanakan, karena di anggap ‘memprovokasi’ masyarakat melalui media internet? Buat saya, kebebasan berekspresi juga hak setiap orang dalam menyampaikan pendapatnya dengan bermacam-macam cara.

Saya pikir, mulai saat ini...masyarakat mempunyai hak menerima informasi yang jujur dalam bentuk apapun dan masyarakat berhak juga memilah dan memilih kegunaannya untuk disesuaikan kebutuhan (saya pikir ini yang dinamakan sehat).

Misal, jika dikaitkan dengan internet...penggunaan internet memang layak guna untuk mencari informasi dan menyokong kebutuhan modernisasi kerja masa sekarang. Tetapi, ada juga dampak buruk yang ditimbulkan oleh pemakaian internet itu sendiri...misalkan, kecanduan internetan (yang sering dikatakan seperti orang yang autis tragis)...bangun pagi lebih memilih online untuk mengupdate status di selularnya daripada melakukan hal lainnya, belum lagi adanya kekerasan, jual beli seks dari intenet dan sampai berdampak melakukan pemerkosaan.

Saya pikir untuk mengakses informasi itu adalah hak pribadi semua orang. Tapi harus di akui, semua yang diciptakan ada dampak positif dan negatif dan itu harus disampaikan secara jujur dan bagaimana mengantisipasi dampaknya (penipuan lewat internet, pembajakan dan penggunaan identitas palsu, dsb). Informasi ini bisa dalam bentuk buku, diskusi, artikel, penyuluhan, pelatihan dan lain-lain bisa dilakukan. Mungkin pemerintah juga bisa memikirkan untuk membuat program pengurangan dampak buruk pada penggunaan internet (kalau di isu narkotika ada kegiatan LSM yang melakukan harm reduction bagi pengguna narkotika suntik untuk memutus mata rantai HIV...kalau untuk internet bisa enggak yah?). Karena...itu menurut saya, itu adalah hak masyarakat juga.

Bagaimana dengan teman-teman NGO/LSM (organisasi berbasis masyarakat) yang menggunakan media ICT untuk melakukan kampanye dan advokasinya? Apakah bisa terjerat hukum karena dipikir ‘memprovokasi/mengompori’ masyarakat melalui informasi yang disampaikannya?

Memberikan informasi yang ‘biasa-biasa’ saja, memang sah. Tapi, mari kita coba mengajak masyarakat untuk berpikir kritis melalui media dalam bentuk apapun (elektronik dan cetak). Apakah salah membangun kesadaran kritis masyarakat di negeri Indonesia tercinta ini?

Bukan jamannya lagi kan kita dibungkam dan dibatasi untuk menyampaikan dan menerima informasi secara jujur?

Bukan jamannya juga, melakukan pembodohan melalui program-program dari media yang ada (elektronik dan cetak), masyarakat berhak pintar kan?

Karena penggunaan internet akan berguna ketika masyarakat mampu mengaksesnya – ada sumberdayanya, menjadi berpikir kritis – memilah dan memilih kegunaan informasi tersebut, ikut berpartisipasi penuh dalam pelaksanaannya dan juga melakukan kontrol bila ada penyimpangan (bisa dilakukan dari penggunaan dan kebijakannya yang diciptakan untuk mengawasi), toh...kegunaannya untuk khalayak umum masyarakat banyak juga.

Menurut hemat saya, pemerintah harus lebih arif dalam menyikapi dan menciptakan produk undang-undang dan kebijakan di negara tercinta ini, apakah sudah pro kepada rakyat? Jangan hanya membuat kebijakan-kebijakan yang hanya pro kepada pemilik modal dan penguasa yang mempunyai banyak kepentingan dibalik itu semuanya.

Tidak ada komentar:

Red Ribbon Melodic

Sekelumit cerita tentang RED RIBBON

Red Ribbon adalah sebuah grup band yang terdiri dari beberapa orang yang berlatar belakang sebagai pecandu, yang kemudian bergabung di organisasi masyarakat dengan spesifikasi isu pada Adiksi (kecanduan), HIV dan AIDS.

Melalui karya musik PUNK ROCK, Red Ribbon mengusung tema keseharian dan sosial dengan sebuah harapan Red Ribbon dapat mengubah pandangan masyarakat umum tentang pecandu yang selama ini masih dianggap ‘miring’ dan melalui sebuah proses metamorfosa kehidupan Red Ribbon terbukti dapat bangkit dari masa lalu dan mengapresiasikan pemulihan dari adiksi dalam bentuk suatu karya musik.

Mimpi indah Red Ribbon

“ Terangkatnya isu-isu komunitas dan realita sosial melalui musik untuk mengusung nilai-nilai kemanusiaan.“


--------------------------------------------------------------------------


A little story about RED RIBBON

Red Ribbon is a band that consists of several people who background as an addict, who then joined in community organizations with the specification of issues on Addiction (addictions), HIV and AIDS.

PUNK ROCK music through the work, the Red Ribbon theme everyday and social with a Red Ribbon expectations can change public views about the addict that still considered to be 'tilted' and through a process of metamorphosis of the Red Ribbon proved life can rise from the past and appreciate recovery of addiction in the form of a piece of music.

Red Ribbon sweet dreams

"The lifting of community issues and social reality through music to carry the human values."